KONSERVASI ARSITEKTUR KAWASAN PECINAN LASEM
Jakarta
Kecamatan Lasem terletak di wilayah Kabupaten Rembang
dengan jarak 15 km dari kot Rembang ke arah timur, mempunyai karakteristik yang
berbeda karena terdapat keunikan-keunikan yang jarang ditemui di
kecamatan-kecamatan lain terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Salah satu
diantaranya adalah adanya Kawasan Pecinan Lasem. Pecinan adalah wilayah atau
kawasan yang dihuni oleh orang-orang Cina dengan budaya Cina yang kental,
dimana di kawasan tersebut terdapat pemukiman atau rumah tinggal dan rumah
persembahan (Klenteng). Kawasan Pecinan adalah kawasan yang merujuk pada suatu
bagian kota yang dari segi penduduk, bentuk hunian, tatanan sosial serta
suasana lingkungannya memiliki ciri khas karena pertumbuhan bagian kota
tersebut berakar secara historis dari masyarakat Cina (Gracea, Diana dan Dewi,
S. Rima, 2014).
Kawasan Pecinan Lasem merupakan salah satu daerah
berpotensi yang dapat dikembangkan sebagai daerah wisata sejarah Arsitektur
pecinan di Lasem mempunyai ciri spesifik dimana terdapat sebuah pintu gerbang
besar (regol). Meskipun masih ada variasi-variasi lain tetapi tetap terlihat
bahwa bangunan itu mempunyai prototype dari arsitektur Cina yaitu terdapat
sebuah halaman yang luas dapat ditemui sewaktu membuka pintu gerbang tersebut.
Peninggalan arsitektur seperti itu sudah jarang ditemui di pulau Jawa,
khususnya Jawa Tengah. Kelebihan lain yang ditemukan di Kawasan Pecinan Lasem
adalah adanya lahan luas yang dibatasi dengan benteng di sekelilingnya. Secara
lokasi bangunan-bangunan tua ini terletak di Desa Karangturi, Desa Babagan,
Desa Soditan dan Desa Sumber Girang. Bangunan-bangunan kuno di Kawasan Pecinan
Lasem tersebut merupakan identitas dan kekhasan kawasan serta menjadi bukti
sejarah yang perlu dilindungi, selain itu juga merupakan prasasti pertautan
budaya Tionghoa dan Jawa serta akulturasi Islam dan Tionghoa yang berlangsung
harmonis sehingga perlu untuk dilestarikan. Karya arsitektur Pecinan tersebut
merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang ada di Pulau Jawa. Peninggalan
bersejarah tersebut menunjukkan bahwa pada jaman dahulu Lasem adalah salah satu
kota pelabuhan yang besar, dimana pelabuhan Lasem merupakan pintu gerbang
masuknya pendatang asing terutama orang-orang Cina , sehingga oleh orang
Prancis dulu dijuluki "Petit Chinois" yg artinya China kecil.
Dari kondisi bangunan bersejarah yang terdapat di
Kawasan Pecinan Lasem, maka perlu dilakukan konservasi kawasan sebagai bentuk
pengelolaan bangunan-bangunan tua di Kota Lasem. Konservasi Kawasan Pecinan
Lasem perlu dilakukan sebagai salah satu upaya pelestarian nilai sejarah suatu
kawasan. Hal tersebut dilakukan dengan harapan nilai-nilai kultur akan
terpelihara dengan baik yang akan bermanfaat bagi masa sekarang dan masa depan,
sehingga ketika melewati Kawasan Pecinan di Lasem akan melihat karakter
arsitektural Kawasan dari ragam, etnik
budaya Pecinan dan karakter place
kawasan.
Sejak tahun 1986, Pemerintah Kabupaten Rembang juga
telah menetapkan bangunan-bangunan tua di Lasem sebagai bangunan cagar budaya
yang harus di lindungi keberadaannya. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan
yang terjadi saat ini, pembangunan mengarah pada hal yang lebih bersifat modern
telah mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan. Salah satu perubahan yang
nampak adalah adanya perubahan terhadap zoning dan tata guna lahan, serta
perubahan bentuk fisik bangunan. Untuk keberadaan di masa mendatang,
kelestarian bangunan kuno di Kawasan Pecinan Lasem tersebut perlu diselamatkan.
Dengan perkembangan pembangunan karena tuntutan modernisasi, pergeseran sikap
dan mentalitas para pemilik bangunan kuno untuk memodernisasi Kawasan Pecinan
Lasem dapat mengancam kelestarian bangunan kuno yang ada.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di
atas, tujuan penulisan ini adalah untuk penentuan zonasi berdasarkan kelayakan Kawasan,
serta konservasi mengidentifikasi kelayakan kawasan Pecinan sebagai kawasan
konservasi.
Penetapan
Zonasi Konservasi Kawasan Pecinan Lasem
Kawasan Pecinan Lasem terletak di empat desa yaitu
Desa Karangturi, Desa Babagan, Desa Soditan dan Desa Sumber Girang. Menurut potensinya,
ada beberapa potensi dari masing- masing kawasan pecinan di desa tersebut
sehingga kawasan permukiman pecinan layak menjadi kawasan konservasi, yaitu di
antaranya:
1) Kawasan
Karangturi
Kawasan Karangturi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu: daerah dekat jalan dan daerah pedalaman. Daerah
dekat jalan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi area perdagangan dan
jasa karena dilalui oleh jalur transportasi Semarang-Surabaya. Sebagian besar
daerah tersebut digunakan untuk bangunan ruko dan rumah tinggal. Untuk daerah
permukimannya, potensial untuk dikembangkan sebagai daerah wisata sejarah agar
para wisatawan dapat menikmati kawasan pecinan yang kaya akan keindahan
arsitekturnya dan dapat bernostalgia akan sejarah kawasan pecinan yang
berkembang di dalamnya. Terdapat Kelenteng Poo An Bio yang menjadi pusat ibadah
bagi masyarakat Cina yang tinggal di sekitar kawasan permukimannya.
Foto 1: Klenteng Poo An Bio, Lasem
2) Kawasan
Babagan
Kawasan Babagan memiliki
daerah permukiman pecinan yang lebih sedikit daripada daerah Karangturi.
Lokasinya dekat dengan Sungai Babagan, terminal bus dan stasiun kereta api.
Terdapat Kelenteng Gie Yong Bio yang menjadi landmark di kawasan permukiman
pecinan Babagan.
Foto 2: Klenteng Gie Yong Bio, Lasem
3) Kawasan
Soditan
Klenteng Cu An Kiong
berada di kawasan Soditan dan menjadi nilai place dari Kawasan Pecinan. Kawasan
permukiman pecinannya pun masih asli dan dapat menjadi magnet untuk menarik
wisatawan untuk datang. Oleh karena itu, kawasan Soditan sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai daerah wisata sejarah. Adapun Sungai Babagan yang melewati
daerah tersebut potensial untuk dikembangkan menjadi wisata perairan untuk
mengetahui perkembangan pecinan di lokasi tersebut.
Foto 3: Klenteng Cu An Kiong, Lasem
4) Kawasan
Sumber Girang
Kawasan pecinan yang
terdapat di daerah ini sangat sedikit, karena lokasinya dekat dengan pasar yang
cocok dikembangkan sebagai area perdagangan dan jasa sekitar.
D. Bentuk
dan Masa Bangunan
- Coverage
Tutupan masa bangunan di kawasan pecinan yang diamati
relatif masih cukup rendah karena sebagaimana rumah tradisional China pada
umumnya masih berbasis pada keberadaan halaman / courtyard
- Bulkiness
(Kepejalan)
Kepejalanan masa bangunan juga relatif tidak padat
disebabkan krn banyak masa bangunan yang yang tidak menggunakan garis sepadan
dan/atau mempunyai pagar tinggi hampi selebar jalan sehingga terasa agak padat.
- Appearance
Secara keseluruhan, unsur budaya China masih terlihat pada
bangunan-bangunan yang berada di kawasan pecinan di Lasem ini. Pada kawasan
Pecinan yang diamati cuma terdapat fungsi tunggal, yaitu hunian/rumah tinggal,
tanpa ada aktivitas perdagangan. Secara mikro Klenteng sebagai focal point atau penanda kawasan sebagai
hunian warga keturunan China. Karena merupakan fungsi tunggal (perumahan dengan
ketinggian maks. 2 lantai), skyline yang terbentuk cenderung mendatar. Hampir
mencapai 50% bangunannya dengan inner
court atau courtyard (lapangan terbuka) ruang yang terbentuk diantara bangunan dengan dinding tinggi pembatas
luar. Penampilan bangunan masih terlihat unsur Pecinan, tembok tinggi, gerbang
masuk, rumah menggunakan atap yang khas. Sebagian memang mengalami akulturasi,
adaptasi, modernisasi dan renovasi yang mengikuti trend.
Kawasan Pecinan Lasem dengan bangunan-bangunan tua
cina sebagai bangunan cagar budaya yang harus di lindungi keberadaannya,
mempunyai beberapa kriteria kelayakan konservasi yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Kelangkaan
Arsitektur pecinan di Lasem
mempunyai ciri spesifik yaitu bentuk denah menggunakan prinsip simetri dan
seimbang baik dalam satu kompleks. Denahnya berbentuk persegi panjang dan
terdapat halaman/courtyard yang mengelilingi dengan bentuk persegi pula.
Terdapat sebuah pintu gerbang besar (regol) yang mengelilingi bangunan rumah
utama sehingga terlihat seperti benteng. Pintu gerbang tersebut merupakan
“point of interest” dari ruang luar ke ruang dalam. Meskipun masih ada
variasi-variasi lain tetapi tetap terlihat bahwa bangunan itu mempunyai
prototype dari arsitektur Cina. Peninggalan arsitektur Cina seperti pintu
gerbang besar (regol) pada kawasan permukimannya sudah jarang ditemui di pulau
Jawa, khususnya Jawa Tengah.
2. Peranan
Sejarah
Dilihat dari sejarahnya,
Kawasan Pecinan Lasem merupakan pecinan tertua di Indonesia. Kawasan Pecinan
Lasem mempunyai nilai lebih dibandingkan kawasan pecinan lain yang ada di Jawa,
khususnya Jawa Tengah, karena karya arsitektur pecinan dengan langgam khas
seperti atap pelana kuda dan ornamen tou-kung pada bangunan istana, kuil atau
rumah tinggal menjadi ciri khas dari bangunan cina. Disamping itu, banyaknya
kelenteng yang digunakan sebagai pusat religi masyarakat pecinan Lasem, dimana
konon Lasem merupakan puncak prosesi dari seluruh kelenteng yang ada di jalur
pantura maupun Jawa, sehingga Lasem mendapatkan julukan sebagai Tiongkoknya
Jawa. Peninggalan bersejarah tersebut juga menunjukkan bahwa pada jaman dahulu
Lasem adalah salah satu kota pelabuhan yang besar, dimana pelabuhan Lasem
merupakan pintu gerbang masuknya pendatang asing terutama orang-orang Cina.
3. Keistimewaan
Pengaruh kebudayaan Cina
terasa mendominasi pada banyak segi kehidupan Kota Lasem. Banyak sekali
peninggalan bangunan-bangunan tuanya yang sudah berusia ratusan tahun, dimana
kebanyakan bangunan bernuansa arsitektur khas Cina meski ada juga yang
bernuansa eropa klasik. Tidak salah jika Kota Lasem pernah dijuluki ”The Little
Beijing Old Town” oleh seorang peneliti eropa zaman kolonial. Oleh orang
Prancis dulu dijuluki "Petit Chinois" yg artinya China kecil.
4. Estetika
Di Lasem klenteng
merupakan ‘tengaran’ (landmark) bagi kotanya. Pada perayaan hari raya Cina
(misalnya Imlek atau Cap Go Me), maka peran jalan yang dipergunakan sebagai
ruang publik pada waktu perayaan keagamaan (hari besar orang China), akan
terlihat jelas. Jalan sebagai tempat prosesi perayaan tersebut terjadi sebagai
akibat dari perletakan ketiga kelenteng yang ada di Lasem. Berdirinya kelenteng
baru tersebut sebagai akibat dari berkembangnya permukiman Cina di sana.
5. Kejamakan
Berkembangnya permukiman
Cina di Lasem pada tahun 1600an dan berdirinya Kelenteng Poo An Bio pertama
kali di wilayah Karangturi yang merupakan salah satu simbul kelenteng tertua di
Lasem, menunjukkan bahwa pada jaman Kerajaan Lasem banyak pedagang Cina yang
berinteraksi dengan penduduk lokal pada akhirnya membentuk suatu permukiman di
sekitar dermaga tepi Kali Lasem dengan pusatnya kelenteng Cu An Kiong.
6. Memperkuat
kawasan sekitar
Bangunan-bangunan kuno di
Kawasan Pecinan Lasem tersebut merupakan identitas dan kekhasan kawasan dan
menjadi bukti sejarah yang perlu dilindungi, selain itu juga merupakan prasasti
pertautan budaya Tionghoa dan Jawa serta akulturasi Islam dan Tionghoa yang
berlangsung harmonis sehingga perlu untuk dilestarikan.
Perkembangan Kawasan Pecinan Lasem menjadi kawasan
wisata budaya dan sejarah harus melibatkan unsur konservasi yang harus melekat
pada daerah Pecinan tersebut. Kawasan Permukiman Pecinan Lasem pada dasarnya
menjadi kawasan cagar budaya dikatakan layak untuk dilestarikan dengan melihat
dari beberapa kriteria-kriteria antara lain: kelangkaan, peranan sejarah,
keistimewaan, estetika, kejamakan dan dapat memperkuat Kawasan sekitar.
F. Kesimpulan
Kawasan Pecinan Lasem layak untuk dikembangkan sebagai
kawasan konservasi karena memiliki potensi yang dapat dikembangkan dilihat dari
segi kriteria kelayakan Kawasan konservasi yang meliputi kelangkaan, estetika,
peranan sejarah, keistimewaan, kejamakan dan mampu memperkuat kawasan sekitar.
Kelayakan kawasan konservasi Pecinan Lasem dibagi menjadi empat desa yaitu Desa
Karangturi, Desa Babagan, Desa Soditan dan Desa Sumber Girang.
DAFTAR PUSTAKA:
Iskandar,
Julindiani dan Topan, Moh. Ali. 2018. KARAKTERISTIK KAWASAN PECINAN PANTAI
UTARA PULAU JAWA (Studi Kasus : Kawasan Pecinan Lasem, Jawa Tengah). Jurnal
Arsitektur. Vol. 16 No. 1 : 25-31
Comments
Post a Comment