Demokrasi atau Absolut



Filosofi Demokrasi dalam Sila keempat dari Pancasila dan Pemilihan Langsung oleh rakyat


Demokrasi artinya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, merupakan suatu sistem pemerintahan yang paling ideal diantara system pemerintahan yang lain, karena menempatkan rakyat sebagai subyek yang aktif terlibat dalam kehidupan berbangsa dan bukan sebagai obyek yang pasif yang bisa dimanipulasi oleh segelintir elit partai politik. Rakyatlah sebagaipemegangkekuasaantertinggi.



Dalam sistem demokrasi maka menempatkan 3 kekuasaan yang saling terkait satu sama lain berjalan secara seimbang dan saling menopang yaitu: Pertama Kekuasaan eksekutif yang menjalankan amanat penderitaan rakyat berdasarkan undang-undang dasar demi kesejahteraan seluruh rakyat, kedua kekuasaan legislatif yang mengawasi jalannya kekuasaan eksekutif agar sesuai undang-undang dasar dan amanat rakyat yang diwakilinya, ketiga kekuasan Yudikatif yaitu kekuasaan kehakiman yang akan mengadili berdasarkan undang-undang terhadap kekuasaan eksekutif atau yudikatif , baik menguji undang-undang produk dari DPR/Pemerintah maupun menghakimi dengan adil jika ada penyimpangan terhadap kuasa eksekutif dalam pelaksanaan undang-undang atau kuasa legislative dalam pembuatan dan pengawasan undang-undang.



FilosofiPemilihanLangsungolehRakyat



Secara filosofis jika kita percaya terhadap system demokrasi sebagai bentuk kedaulatan di tangan rakyat maka maka sudah tepat apabila Kekuasan eksekutif (Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota) dipilih langsung oleh rakyat, karena mereka akan bertanggungjawab terhadap rakyat yang memilihnya untuk menjaga, melindungi dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat.



Demikian juga secara filosofis sudah sangat tepat, sebagai bentuk kedaulatan rakyat apabila kekuasaan legislative (DPR/DPRD/DPD) anggota-anggotanya dipilih langsung oleh rakyat untuk mewakili mereka dalam mengawasi kekuasaan eksekutif dalam menjalankan pemerintahan.



Menurut pendapat penulis, seharusnya kekuasaan Yudikatif (Kehakiman) juga dipilih oleh rakyat secara langsung bukan melalui DPR untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya, dalam menjalankan keadilan apabila ada penyimpangan dari kekuasaan eksekutif atau kekuasaan legislative. Sehingga semua lembaga yang menjalankan fungsi kehakiman yang tertinggi seperti Mahkamah Agung, atau Makamah Konstitusi juga seharusnya dipilih oleh rakyat. Untuk membatasi isu ini penulis tidak membahas secara khusus.



Filosofi Pemilihan Tidak Langsung oleh DPR/DPRD sebagai bentuk Pragmatisme sempit dan otoritarianisme kolektif.



Sangat tidak tepat apabila anggota DPR/DPRD dari partai koalisi merah putih menghendaki untuk mengesahkan undang-undang pemilihan tidak langsung karena ini berarti mengambil hak dan kedaulatan rakyat untuk memilih Presiden/Gubernur Bupati/Walikota sebagai kuasa eksekutif.



Bentuk Pragmatisme Sempit.



Berbagai alasan disodorkan diantaranya dengan alasan menghemat biaya, Untuk menegakkan demokrasi memang harus mengeluarkan biaya, tetapi ini memberikan kebebasan kepaada rakyat untuk mengekspresikan pilihannya secara langsung dan bebas tanpa ada ikatan apapun. Hak dan kedaulatan rakyat tidak dapat diukur dengan uang. Demikian juga dengan alasan banyak Bupati/Walikota/Gubernur yang terjerat kasus korupsi sebagai alasan untuk mengkebiri hak/kedaulatan rakyat, ini adalah alasan yang dicari-cari, berarti fungsi DPR/DPRD tidak jalan dalam mengawasi kekuasaan eksetutif, termasuk menjaring dan menilai kredibilitas, kapabilitas dan integritas calon yang diusungnya dan disodorkan kepada rakyat untuk dipilihnya, bukankah undang-undang juga mensyaratkan bahwa mereka yang dicalonkan harus melalui Partai Politik. Demikian juga alasan adanya benturan dalam masyarakat karena pemilihan ini menyebabkan benturan horizontal, bukan rahasia lagi bahwa benturan horizontal terjadi oleh karena hasutan segelintir elit partai yang jagonya kalah dalam pemilihan. Dan Pememintah memiliki lembaga kepolisian/TNI yang akan bertindak mengamankan situasi apabila terjadi benturan dalam masyarakat. Jadi Usulan untuk melakukan Pemilihan tidak langsung apapun levelnya adalah pragmatism sempit yang memasung hak dan kedaulatan rakyat.



Bentuk Otoritarianisme Kolektif.



Disamping itu betapa besarnya kekuasaan legislative apabila pemilihan tidak langsung dilaksanakan melalui DPR/DPRD dalam hal ini Partai-Partai Koalisi yang memiliki kekuasaan mayoritas, mereka sudah mendapatkan hak untuk menyodorkan nama-nama calon kepada rakyat, dan sekarang mau mengambil hak rakyat dalam pemilihan nama-nama calon tersebut. Rakyat akan dibodohi karena akan terjadi kongkalingkong dintara mereka. Dan ini sangat barbahaya bagi kehidupan demokrasi yang sehat di Indonesia. Pemilihan Tidak Langsung Kepala Daerah ini akan menjadi otoritarianisme Kolekttif dari DPR/DPRD yang memiliki kekuasaan sangat besar diatas Kuasa Eksekutif. DPR/DPRD sebagai Kuasa Legislatif tidak berhak untuk memilih Kuasa Eksekutif , kalau hal ini dilakukani artinya menempatkan kuasa legislative diatas kuasa eksekutif. Akan terjadi otoritarianisme kolektif oleh koalisi mayoritas di DPR/DPR.



Kesimpulan: Filosofi Demokrasi dalam Sila keempat dari Pancasila dan Pemilihan Langsung



Semangat demokrasi dalam pemilihan langsung oleh rakyat tercermin dalam filosofi sila keempat dari Pancasila, dimana rakyat memiliki hak dan kedaulatannya secara langsung, bebas dan rahasia untuk memilih Presiden/Gubernur/Walikota/Bupati (Kekuasaan eksekutif) yang nama-namanya hanya boleh diajukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik berdasarkan Undang-Undang.



Demikian juga rakyat juga memilih wakil-wakilnya di DPR/DPRD yang notabene adalah anggota-anggota Partai Politik dan juga DPD yang bukan dari Parpol untuk mengawasi kekuasaan eksekutif yang sudah dipilih oleh rakyat. Disinilah Kekuasaan Eksekutif (Pemerintah) dan Kekuasaan Legislatif (MPR/DPR/DPD) saling menjaga, saling bekerjasam dengan musyawarah dan mufakat bersama-sama menjalankan amanat penderitaan rakyat, sesuai sila keempat dari Pancasila.



Dalam sistem Demokrasi seperti inilah kekuasaan menjadi seimbang dan betul-betul menempatkan rakyat sebagai tuan yang harus dilayani dan dihargai baik oleh kuasa eksekutif, kuasa legislative maupun kuasa Yudikatif, sehingga mereka yang terpilih sebagai Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota, MPR/DPR/DPRD/ DPD Mereka semua harus menjadi pelayan rakyat dan melayani rakyat untuk menjamin kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran seluruh rakyat.



Itulah sebabnya Pemilihan Langsung menjadi satu-satunya bentuk demokrasi yang menegaskan dan menjunjung tinggi menempatkan kedaulatan dan hak Rakyat pada tempat yang seharusnya dalam memilih pemimpinnya sendiri. Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Salam Demokrasi.




Comments

Popular posts from this blog

BAB III ( KASUS ) - Kecelakaan Proyek Tol Pasuruan-Probolinggo, 1 Tewas dan 2 Luka-luka

ISTANA TOPKAPI - Istanbul,turki

Mungkinkah Cinta ini hanya Nafsu belaka