BAB II (PERATURAN) - UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

Apakah di Indonesia ada Undang-Undang yang mengatur mengenai K3?

Undang-Undang yang mengatur K3 adalah sebagai berikut :
  • ·       Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
  • ·       Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.  Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.
  • ·       Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya adalah :
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
  • Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
  • Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
  • Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja


Lebih lengkapnya mengenai hukum dan perundang-undangan tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang  :
1.       bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya da­lam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional;
2.      bahwa setiap orang tainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya;
3.      bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien;
4.      bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja;
5.       bahwa pembinaan nama-noama itu periu diwujudkan dalarn Undang-undang yang, memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan tehnologi.
 Mengingat :    
1.       Pasal-pasal 5, 20 dan 27 Undang-undang Dasar 1945;
2.      Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang nomor 14 tahun 1969 tentang ketentuan­ketentuan Pokok men­genai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1969 nomor 55, Tambahan Lembaran Negara nomor 2912).
 Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong;
 Memutuskan: 
1.       Mencabut              : Veiligheidsreglement tahun 1910 (St bl. No. 406);
2.      Menetapkan          : Undang-undang Tentang Keselamatan Kerja;
  
BAB I
TENTANG ISTILAH – ISTILAH 
PASAL 1 
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1)      ’’Tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-surnber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut; 
(2)      ’’Pengurus² ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri; 
(3)      ’’Pengusaha’’ ialah:
1.       orang atau badan hukum yang menjaiankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
2.      orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan ternpat kerja.
3.      orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jika kalau yang diwakili berkedudukan diluar Indonesia. 
(4)      ’’Direktur’’ ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini. 
(5)      ’’Pegawai pengawas” ialah pegawai tehnis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja; 
(6)      ’’Ahli keselamatan kerja” ialah tenaga tehnis berkeahlian khusus dari Luar De­partemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk menga­wasi ditaatinya undang-undang ini.

BAB II
RUANG LINGKUP 
Pasal 2 
(1)      Yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air maupun diudara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia; 
(2)     Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja dimana:
1.       dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
2.      dibuat, diolah, dipakai dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disim­pan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan insfeksi, bersuhu tinggi;
3.      dikerjakan pembagunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan pengairan, saluran, atau terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau dimana dilaku­kan pekerjaan persiapan;
4.      dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
5.       dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan, : emas, perak atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik dipermukaan atau didalam bumi, maupun didasar perairan;
6.      dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik didaratan, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun diudara;
7.       dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
8.      dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain didalam air;
9.      dilakukan pekerjaan daaam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
10.   dilakukan pekerjaan dibawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
11.    dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
12.   dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang;
13.   terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
14.   dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah;
15.    dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon;
16.   dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang mengutakan alat tehnis;
17.    dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalur­kan listrik, gas, minyak atau air;
18.   diputar film, dipertunjukan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik. 
(3)      Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruang­an- ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau keselamatan yang bekerja dan atau yang berada diruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2). 

BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA 
Pasal 3 
(1)      Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
1.       mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2.      mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
3.      mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
4.      memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
5.       memberi pertolongan pada kecelakaan;
6.      memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
7.       mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
8.      mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, insfeksi dan penularan;
9.      memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10.   menyelenggarakan suhu dan lembah udara yang baik;
11.    menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12.   memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13.   memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara dan proses kerjanya;
14.   mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
15.    mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16.   mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan Penyimpanan barang;
17.    mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
18.   menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi; 
(2)      Dengan peraturan perundangan dapat diubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan tehnologi secara pendapatan-pendapatan baru dikemudian hari.

Pasal 4 
(1)      Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, Pemasangan, pemakaian, Penggunaan, Pemeliharaan dan pemyimpanan bahan, barang, produk tehnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. 
(2)      Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip tehnis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bi­dang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlin­dungan, pengujian, dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk tehnis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum. 
(3)      Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajib­an memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

BAB IV
PENGAWASAN 
Pasal 5 
(1)      Direktur melakukan pelaksaaaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelak­sanaannya. 
(2)      Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan. 
Pasal 6 
(1)      Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding. 
(2)      Tata cara permohonan banding susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. 
(3)      Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi. 
Pasal 7 
Untuk pengawasan berdasarkan undang-undang pengusaha harus membayar restribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan. 
Pasal 8 
(1)      Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan se­suai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya, 
(2)      Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenar­kan oleh Direktur. 
(3)      Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan. 
BAB V
PEMBINAAN 
Pasal 9 
(1)      Pengurus diwajibkan menunjukan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang:
1.       kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya.
2.      Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tem­pat kerjanya.
3.      Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
4.      Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya. 
(2)      Pengurus hanya dapat memperkerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut diatas. 
(3)      Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pem­berian pertolongan pertama pada kecelakaan. 
(4)      Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan keten­tuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya. 
BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN
KESEHATAN KERJA 
Pasal 10 
(1)      Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi. 
(2)      Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. 
BAB VII
KECELAKAAN 
Pasal 11 
(1)      Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. 
(2)      Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan. 
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA 
Pasal 12 
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :
1.       Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
2.      Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
3.      Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
4.      Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan;
5.       Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syacat keselarnatan dan kese­hatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas­-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.

BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA
Pasal 13 
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan. 
BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS 
Pasal 14 
Pengurus diwajibkan :
1.       Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan kerja;
2.      Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinannya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja;
3.      Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petun­juk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselama­tan kerja. 
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP 
Pasal 15 
(1)      Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal diatas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan. 
(2)      Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat mernberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan, selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). 
(3)      Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran. 

Pasal 16 
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan didalam satu tahun sesudah undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini. 
Pasal 17 
Selama Peraturan perundangan untuk melakukan ketentuan dalam undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. 
Pasal 18 
Undang-undang ini disebut ²Undang-undang Keselamatan Kerja² dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Ne­gara Republik Indonesia. 

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 1970
Presiden Republik Indonesia,

ttd

SOEHARTO
Jenderal T.N.I.


PENJELASAN
atas
UNDANG-UNDANG No. 1 tahun 1970 
Tentang 
KESELAMATAN KERJA 
PENJELASAN UMUM 
Velligheldsreglement yang ada sekarang dan berlaku mulai 1970 (stbl. No.406) dan semenjak itu disana sini mengalami perubahan mengenai soal-soal yang tidak begitu berarti, ternyata dalam haI sudah terbelakang dan perlu diperbaharui se­suai dengan perkembangan peraturan perlindungan tenaga kerja lainnya dan perkem­bangan serta kemajuan teknik, tehnologi dan industriaiisasi di Negara kita dewasa ini dan untuk selanjutnya. 
Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan sebagainya yang serba pelik banyak dipakai ini, bahan-bahan tehnis baru banyak diolah dan diper­gunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas dimana-mana. 
Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja opera­sionil dan tempo kerja para pekerja. 
Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga secara intensif pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari padanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan. 
Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin mesin; alat-alat; pesawat-pesa­wat dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan keterampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja. 
Maka dapatlah dipahami perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang maju dan tepat. 
Selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa tenteram, kegiatan dan kegairahan bekerja pada tenaga kerja yang bersangkutan dan hal ini dapat mempertinggi mutu pekerja, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. 
Pengawasan berdasarkan Veligheidsreglement seluruhnya bersifat repressief. 
Dalam Undang-undang ini diadakan perubahan prinsipil dengan merubahnya menjadi lebih diarahkan pada sifat Preveatief. 
Dalam praktek dan pengalaman  perlu adanya pengaturan yang baik sebelum perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel didirikan, karena amatlah sukar untuk merubah atau merombak kembali apa yang telah dibangun dan terpasang didalamnya guna memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang bersangkutan. 
Peraturan baru ini dibandingkan dengan yang lama, banyak mendapatkan perubahan-perubahan yang Penting, baik dalam isi maupun bentuk dan sistimatikanya. 
Pembaharuan dan perluasannya adalah mengenai:
1.       Paluasan ruang Iingkup.
2.      Perubahan pengawasan repressief manjadi pre-ventief.
3.      Perumusan teknis yang lebih tegas.
4.      Penyesuaian tata usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan pengawasan.
5.       Tambahan pengaturan pembinaan keselamatan kerja bagi management dan Tenaga Kerja.
6.      Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan. 

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL 
Pasal 1 
Ayat (1)
Dengan perumusan ini ruang lingkup bagi berlakunya undang-undang ini jelas ditentukan oleh tiga unsur:
1.       Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha.
2.      Adanya Tenaga Kerja yang bekerja disana.
3.      Adanya bahaya Kerja ditempat itu. 
Tidak selalu Tenaga Kerja harus sehari-hari bekerja dalam suatu tempat kerja. 
Sering pula mereka untuk waktu-waktu tertentu harus memasuki ruangan, ruangan untuk mengontrol, menyetel, menjalankan instansi-instansi, setelah dimana mereka keluar dan bekerja setanjutnya dilain tempat. 
Instalasi-instalasi itu dapat merupakan sumber-sumber bahaya dengan demi­kian haruslah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang berlaku baginya, agar setiap orang termasuk tenaga kerja yang memasukinya dan atau untuk mengerjakan sesuatu disana, walaupun untuk jangka waktu pendek, terjamin keselamatannya. 
Instalasi-instalasi demikian itu misalnya rumah-rumah transformator, instalasi pompa air yang setelah dihidupkan, berjalan otomatis, ruangan-ruangan instalasi radio, listrik tegangan tinggi dan sebagainya. 
Sumber berbahaya adakalanya mempunyai daerah pengaruh yang meluas. Dengan ketentuan dalam ayat ini praktis daerah pengaruh ini tercakup dan dapatlah diambil tindakan penyelamatan yang diperlukan. Hal ini sekaligus menjamin kepentingan umum. 
Misalnya suatu pabrik dimana diolah bahan-bahan kimia yang berbahaya dan dipakai secara dibuang banyak air yang mengandung zat-zat yang berbahaya. 
Bila air buangan demikian itu dialirkan atau dibuang begitu saja kedalam sungai maka air sungai itu menjadi berbahaya, akan dapat mengganggu kesehatan manusia, ternak, ikan dan pertumbuhan tanam-tanaman. 
Karena itu untuk air buangan itu harus diadakan penampungannya tersendiri atau dikerjakan pengolahan terdahulu, dimana zat-zat kimia didalamnya dihilangkan atau dinetralisir, sehingga airnya itu tidak berbahaya lagi dan dapat di alirkan kedalam sungai. 
Dalam pelaksanaan Undang-undang ini dipakai pengertian tentang tenaga kerja sebagaimana dimuat dalam undang-undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maka dipandang tidak perlu lagi dimuat definisi itu dalam undang-undang ini. 
Usaha-usaha yang dimaksud dalam undang-undang ini tidak harus selalu mempunyai motif ekonomi atau motif keuntungan, tapi dapat merupakan usaha-usaha sosial seperti perbengkelan disekolah-sekolah teknik, usaha rekreasi dan dirumah-rumah sakit, dimana dipergunakan instalasi-instalasi listrik dan atau mekanik yang berbahaya. 
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) cukup jelas.
Ayat (5) cukup jelas.
Ayat (6) 
Guna pelaksanaan Undang-undang ini diperlukan pengawasan dan untuk ini diperlukan staf-staf tenaga-tenaga pengawasan yang Quantitatief cukup besar serta bermutu. 
Tidak saja diperlukan keahlian dan penguwasaan teoritis bidang-bidang spe­sialisasi yang beraneka ragam, tapi mereka harus pula mempunyai banyak pengalam­an dibidangnya. 
Staf demikian itu tidak didapatkan dan sukar dihasilkan di Departemen Te­naga Kerja saja. 
Karena itu dengan ketentuan dalam ayat ini Menteri Tenaga Kerja dapat me­nunjuk tenaga-tenaga ahli dimaksud yang berada di Instansi-instansi Pemerintah dan atau Swasta untuk dapat memformer Personalia operasional yang tepat. 
Maka dengan demikian Menteri Tenaga Kerja dapat mendesentralisir pelaksanaan pengawasan atas ditaatinya Undang-undang ini secara meluas, sedangkan Policy Nasionalnya tetap menjadi tanggung jawabnya dan berada ditangannya, se­hingga terjamin pelaksanaannya secara seragam dan serasi bagi seluruh Indonesia. 
Pasal 2 
Ayat (1)
Menteri yang diatur dalam Undang-undang ini mengikuti perkembangan masyarakat dan kemajuan teknik, tehnologi serta senantiasa akan dapat sesuai dengan perkembangan proses industrialisasi Negara kita dalam rangka Pembangunan Na­sional. 
Selanjutnya akan dikeluarkan peraturan-peraturan organiknya, terbagi baik atas dasar pembidangan tehnis maupun atas dasar pembidangan industri secara sektoral. 
Setelah Undang-undang ini, diadakan Peraturan-peraturan perundangan Keselamatan Kerja bidang listrik, Uap, Radiasi dan sebagainya, pula peraturan perundang­an Keselamatan Kerja sektoral, baik didarat, dilaut maupun diudara. 
Ayat (2)
Dalam ayat ini diperinci sumber bahaya yang dikenal dewasa ini yang bertalian dengan:
1.       Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya.
2.      Lingkungan.
3.      Sifat pekerjaan.
4.      Cara kerja.
5.       Proses Produksi. 
Ayat (3)
Dengan ketentuan dalam ayat ini dimungkinkan diadakan perubahan-peruba­han atas perincian yang dimaksud sesuai dengan pendapatan-pendapatan baru kelak kemudian hari, sehingga Undang-undang ini, dalam pelaksanaan tetap berkembang. 
Pasal 3 
Ayat (1)
Dalam ayat ini dicantumkan arah dan sasaran-sasaran secara konkrit yang harus dipenuhi oleh syarat-syarat keselamatan kerja yang akan dikeluarkan. 
Ayat (2)
Cukup jelas. 
Pasal 4 
Ayat (1)
Syarat-syarat Keselamatan Kerja yang menyangkut perencanaan dan pembu­atan, diberikan pertama-tama pada perusahaan pembuat atau produsen dari barang­-barang tersebut, sehingga kelak dalam pengangkutan dan sebagainya itu barang-­barang itu sendiri, tidak berbahaya bagi tenaga kerja yang bersangkutan dan bagi umum, kemudian pada perusahaan-perusahaan yang memperlakukannya selanjutnya yakni yang mengangkutnya, yang mengadakannya, memperdagangkannya, memasangnya, memakainya atau mempergunakannya memelihara, dan menyimpannya. 
Syarat-syarat tersebut diatas berlaku pada bagi barang-barang yang didatangkan dari luar negeri. 
Ayat (2)
Dalam ayat ini ditetapkan secara konkrit ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh syarat-syarat yang dimaksud. 
Ayat (3)
Cukup Jelas. 
Pasal 5 
Cukup jelas. 
Pasal 6 
Panitia Banding ialah Panitia Tehnis yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang yang diperlukan. 
Pasal 7 
Cukup jelas.­ 
Pasal 8 
Cukup jelas. 
Pasal 9 
Cukup jelas.
Cukup jelas. 
Pasal 10 
Ayat (1)
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertugas memberi pertimbangan dan dapat membantu pelaksanaan usaha pencegahan kecelakaan dalam per­usahaan yang bersangkutan serta dapat memberikan dan penerangan efektif pada pada para pekerja yang bersangkutan. 
Ayat (2)
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu Badan yang terdiri dari unsur-unsur penerima kerja, pemberi kerja dan Pemerintah (tripartite). 
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12 
Pasal 13 
Yang dimaksud dengan barang siapa ialah setiap orang baik yang bersangkut­an maupun tidak bersangkutan dengan pekerjaan ditempat kerja. 
Pasal 14
Cukup jelas 
Pasal 15
Cukup jelas. 
Pasal 16
Cukup jelas. 
Pasal 17 
Peraturan-peraturan Keselamatan Kerja yang ditetapkan berdasarkan Veiligheidreglement 1910 dianggap ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini sepanjang tidak bertentangan dengannya. 
Pasal 18
Cukup jelas. 
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918.

DAFTAR PUSTAKA


Comments

Popular posts from this blog

BAB III ( KASUS ) - Kecelakaan Proyek Tol Pasuruan-Probolinggo, 1 Tewas dan 2 Luka-luka

ISTANA TOPKAPI - Istanbul,turki

Mungkinkah Cinta ini hanya Nafsu belaka